Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan pelaku usaha terkait rencana penunjukan e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia sebagai pemungut pajak dari para pedagang di platform mereka.
Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Rabu (2/7/2025), Misbakhun meminta agar kebijakan tersebut tidak diterapkan secara mendadak sehingga memicu kegaduhan publik.
“Jangan sampai rakyat terkaget-kaget dengan kebijakan pemerintah seolah-olah tidak aspiratif. Perlu disampaikan sejak awal,” ujar legislator Fraksi Golkar tersebut.
Ia menekankan perlunya dialog antara Direktorat Jenderal Pajak dan pelaku usaha guna mencari titik temu terbaik dalam penerapan pajak di sektor digital. Menurutnya, seluruh aktivitas ekonomi, baik daring maupun luring, seharusnya dikenakan pajak secara adil.
Misbakhun juga mengingatkan bahwa membayar pajak adalah kewajiban warga negara, dan dana dari pajak sangat vital untuk membiayai program negara serta membayar gaji aparat dan tenaga layanan publik.
“Pajak penting untuk negara. Untuk membayar gaji guru, dokter, polisi, bidan — semuanya dibayar lewat APBN,” tegasnya.
Pemerintah Klarifikasi: Bukan Pajak Baru
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu sebelumnya menjelaskan bahwa penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak bertujuan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha online dan offline. Langkah ini juga untuk mengatasi keterbatasan data perdagangan elektronik yang selama ini belum sepenuhnya terpantau pemerintah.
“Tidak ada pajak baru. Ini hanya pendataan dan perlakuan yang sama,” ujar Anggito pada Senin (30/6/2025).
Ia menambahkan bahwa aturan teknis mengenai kebijakan tersebut masih dalam proses finalisasi, dan pemerintah akan menyampaikan detailnya jika regulasi sudah resmi diterbitkan.
Pajak yang Dimaksud: PPh Pasal 22
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa jenis pajak yang akan dipungut oleh marketplace adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, bukan PPN ataupun jenis pajak baru lainnya.
“Langkah ini untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy, terutama dari pedagang online yang belum patuh pajak,” kata Rosmauli.
Ia juga menjelaskan bahwa pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh, sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurutnya, sistem baru ini hanya merupakan pergeseran mekanisme dari pelaporan mandiri ke sistem pemungutan otomatis oleh marketplace. Harapannya, skema ini dapat menyederhanakan proses perpajakan dan meningkatkan kepatuhan para pelaku usaha digital.
Peraturan terkait masih dalam tahap akhir pembahasan di internal Kementerian Keuangan. Jika diterapkan, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara sekaligus memastikan keadilan dalam sistem perpajakan nasional.



0 komentar:
Posting Komentar